ESG Dalam Industri Asuransi
Environmental, Social & Governance (ESG) bukan hal yang asing didengar dalam beberapa tahun ke belakang. ESG menjadi salah satu elemen krusial dalam menjalankan keberlanjutan bisnis dan investasi. Standar kinerja ini mengharuskan sektor bisnis untuk berkontribusi dalam pelestarian lingkungan, peningkatan kesejahteraan masyarakat, dan menetapkan standar tata kelola yang baik di suatu perusahaan. Sejak diperkenalkan, ESG telah diterapkan secara luas di berbagai sektor bisnis di Indonesia, termasuk industri asuransi.
Peningkatan klaim asuransi kesehatan terkait penyakit Infeksi Saluran Pernapasan (ISPA) yang disebabkan oleh polusi udara menjadi salah satu indikasi terjadinya perubahan iklim di Indonesia. Dalam sambutannya di acara Workshop ESG yang diselenggarakan oleh AAJI beberapa waktu lalu, Ketua Dewan Pengurus AAJI, Budi Tampubolon menegaskan bahwa penerapan ESG dalam industri asuransi jiwa tidak hanya karena tuntutan regulator, investor, dan nasabah, tetapi juga sebagai tanggapan terhadap dampak nyata perubahan iklim yang semakin dirasakan oleh dunia bisnis dan masyarakat.
Lalu, seperti apa penerapan ESG di industri asuransi jiwa? ESG terdiri dari tiga kriteria utama, yaitu:
1. Environmental (Lingkungan):
Sebagai industri yang memberikan perlindungan kepada masyarakat, industri asuransi berkomitmen untuk memberikan kontribusi positif terhadap pelestarian lingkungan. Upaya ini tidak hanya mencakup pengelolaan dana operasional dan sumber daya, tetapi juga implementasi praktik seperti pemilahan sampah, digitalisasi operasional untuk mengurangi limbah kertas, dan penerapan Work From Home (WFH) untuk mengurangi polusi udara.
2. Social (Sosial)
Kriteria ini menekankan inklusivitas, kesetaraan, dan keadilan bagi semua pemangku kepentingan. Membina hubungan yang baik dengan pemangku kepentingan tidak hanya memberikan dampak positif secara finansial, tetapi juga membentuk citra perusahaan. Contoh penerapan kriteria ini dalam industri asuransi mencakup pemberian hak yang setara kepada semua pekerja dan keterlibatan aktif dalam mengatasi isu-isu sosial di lingkungan sekitar
3. Governance (Tata Kelola)
Berbeda dengan unsur sebelumnya yang lebih memusatkan pada tanggung jawab terhadap pemangku kepentingan, unsur ini menyoroti proses pengelolaan yang baik dan berkelanjutan dalam bisnis. Kegiatan seperti menerapkan standar, membangun budaya, melakukan audit, menunjukkan kepemimpinan, mengelola kontrol internal, dan memberikan hak kepada pemegang saham menjadi fokus utama. Praktik seperti tidak terlibat dalam kegiatan politik dan menunjukkan transparansi dalam tata kelola keuangan akan meningkatkan daya tarik bagi investor karena dianggap transparan dan anti korupsi, sehingga pada akhirnya akan mengurangi risiko dalam pengelolaan perusahaan.
Penerapan ketiga kriteria ESG tersebut memberikan dampak positif terhadap industri asuransi, baik dari segi finansial maupun citra publik. Dalam beberapa tahun terakhir, tercatat bahwa perusahaan dengan nilai ESG yang tinggi cenderung memiliki kinerja investasi dan profitabilitas yang lebih baik. Oleh karena itu, AAJI mendorong seluruh perusahaan anggota untuk menjadikan ESG sebagai standar kinerja jangka panjang demi keberlanjutan bisnis di masa depan.