AAJI Gelar Diskusi Putusan MK atas Pasal 251 KUHD



AAJI Gelar Diskusi Putusan MK atas Pasal 251 KUHD

Jakarta, 30 Januari 2025 – Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) menggelar diskusi untuk menyikapi Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No. 83/PUU-XXII/2024 terkait Pasal 251 KUHD dan prinsip ‘Utmost Good Faith’ dalam asuransi jiwa. Acara ini berlangsung pada Kamis, 30 Januari di Hotel Le Méridien, Jakarta, dan dihadiri oleh sekitar 180 peserta dari berbagai perusahaan asuransi jiwa dan reasuransi anggota AAJI.


Ketua Dewan Pengurus AAJI, Budi Tampubolon, dalam sambutannya menekankan pentingnya pemahaman yang mendalam terhadap putusan ini bagi seluruh pelaku industri asuransi jiwa.
“Terbitnya putusan MK ini harus menjadi momentum bagi industri untuk meningkatkan kualitas proses bisnis, terutama dalam underwriting dan manajemen risiko. Dengan pemahaman yang baik, perusahaan asuransi dapat lebih cermat dalam menilai calon nasabah, sehingga dapat meminimalisir pembatalan polis atau penolakan klaim yang berpotensi menimbulkan sengketa,” ujar Budi.
AAJI juga telah melakukan koordinasi dengan berbagai pihak, termasuk asosiasi perasuransian lainnya serta regulator, untuk membahas langkah-langkah yang perlu segera diambil industri dalam menanggapi putusan MK tersebut.


Dalam diskusi ini Ahli Hukum, Dr. Ricardo Simanjuntak, S.H., LL.M., ANZIIF, MCIArb  memaparkan lima solusi yang dapat diimplementasikan oleh perusahaan asuransi pasca-putusan MK, yaitu:

  1. Rewording klausula pembatalan perjanjian akibat non-disclosure atau misdisclosure dalam huruf yang lebih mudah dibaca dalam SPAJ dan polis.
  2. Kesepakatan pembatalan perjanjian asuransi akibat non-disclosure atau misdisclosure dalam satu dokumen terpisah selain polis, sebagai pemenuhan syarat “kesepakatan pihak” berdasarkan Putusan MK No. 83/2024.
  3. Kesepakatan bahwa langkah hukum ke pengadilan hanya akan diambil oleh pihak yang tidak menyetujui tindakan pembatalan polis oleh salah satu pihak dalam perjanjian asuransi, sesuai dengan Pasal 1338 (2) dan Pasal 1243 Jo. 1266 KUH Perdata.
  4. Penegasan kesepakatan pembatalan perjanjian asuransi akibat non-disclosure atau misdisclosure berdasarkan Pasal 1321 KUH Perdata dan Pasal 251 KUHD oleh penanggung dan tertanggung setelah melewati masa free look period.
  5. Peningkatan kualitas evaluasi dan underwriting calon tertanggung, termasuk melalui peningkatan profesionalisme agen asuransi.


“Saya melihat bahwa yang disebut dengan kesepakatan pihak bukan harus terjadi setelah sengketa, tetapi dapat disepakati sebelum sengketa itu muncul,” tegas Ricardo.
Diskusi ini menjadi langkah awal bagi AAJI dalam membuka ruang bagi perusahaan anggota yang memiliki pandangan berbeda atau memerlukan klarifikasi lebih lanjut mengenai implikasi putusan MK tersebut terhadap industri asuransi jiwa di Indonesia.

Older Post Newer Post